Pada tahun 2022, pelapor khusus PBB untuk hak asasi manusia di Afghanistan mengatakan bahwa pembatasan Taliban terhadap kebebasan perempuan dan anak perempuan dapat dianggap sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan. Menambah pembatasan kebebasan perempuan di negara tersebut, Taliban di Afghanistan dilaporkan telah mengeluarkan dekrit baru yang memberlakukan pembatasan lebih lanjut terhadap perempuan, dan sekarang melarang mereka untuk berdoa dengan suara keras di hadapan satu sama lain.
Menurut Metro, Taliban telah melarang suara perempuan didengar di antara perempuan lain. Khalid Hanafi, Menteri Kebajikan Taliban, mengatakan perempuan dewasa dilarang membiarkan suaranya didengar. Dia menekankan mereka tidak boleh melakukan shalat Islami atau membaca Al-Quran. Taliban juga melarang petugas kesehatan perempuan bertemu dengan teman laki-laki pasien mereka.
“Ketika wanita tidak diperbolehkan mengumandangkan takbir atau adzan [the Islamic call to prayer]mereka pasti tidak bisa menyanyikan lagu atau musik,” ujarnya dalam sambutannya dilansir Sabtu.
“Bahkan ketika seorang perempuan dewasa sedang salat dan ada perempuan lain yang lewat, dia tidak boleh salat dengan suara yang cukup keras hingga terdengar oleh mereka.. Mana mungkin mereka diperbolehkan bernyanyi jika mereka bahkan tidak diperbolehkan mendengar suara satu sama lain saat salat, apalagi untuk hal lain?” Pak Hanafi juga dikutip oleh Telegraf.
Suara perempuan dianggap aurat, artinya harus ditutup-tutupi dan tidak boleh didengar di depan umum, bahkan oleh perempuan lain, kata menteri.
Pada bulan Oktober tahun ini, kementerian moralitas Taliban di Afghanistan berjanji untuk menerapkan undang-undang yang melarang media berita menerbitkan gambar semua makhluk hidup, dan para jurnalis diberitahu bahwa aturan tersebut akan ditegakkan secara bertahap.
Hal ini terjadi setelah pemerintah Taliban baru-baru ini mengumumkan undang-undang yang meresmikan interpretasi ketat mereka terhadap hukum Islam yang telah diberlakukan sejak mereka berkuasa pada tahun 2021.